Belajar dari Semangat Bidan Desa

 


"Pencapaian besar biasanya dilahirkan dari pengorbanan yang besar, dan tidak pernah dari hasil egoisme."


Kutipan kalimat dari Napoleon Hill memang ada benarnya. Itu pula yang dirasakan oleh Theresia Dwiaudina, perempuan yang bahkan belum genap berusia kepala 3. Di usia yang belia, tanggung jawabnya sungguh besar dalam mengabdikan diri di bidang kesehatan. Utamanya dalam pelayanan kesehatan ibu dan anak di sebuah desa terpencil di Nusa Tenggara Timur. 


Sungguh keputusan hidupnya untuk kembali ke kampung halaman dan bergelut dengan kerasnya hidup demi menjadi penyuluh kesehatan patut diacungi jempol. Terlebih karena Desa Uzuzozo merupakan desa terpencil di Timur Indonesia, dengan fasilitas kesehatan yang minim. Belum lagi karena kondisi geografis wilayahnya, desa ini bak terisolasi dari dunia luar. Karena itulah sebelumnya tiada tenaga kesehatan yang sanggup mengabdi di sini, hingga kemudian Bidan Dinny, sapaan akrabnya, memutuskan kembali ke kampung halaman dan melayani kesehatan masyarakat Desa Uzuzozo. 


Awalnya menjadi bidan bukanlah cita-cita perempuan 28 tahun ini. Namun arahan orang tuanya untuk kuliah di jurusan kesehatan pun dilakoninya. Ia merupakan alumni D3 Kebidanan dari Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Surabaya pada 2016. Lalu setelah lulus dan sempat menjadi bidan honorer di puskesmas kecamatan, perempuan tangguh ini lalu menjadi bidan desa pertama di Desa Uzuzozo. 


Desa Uzuzozo merupakan desa tetangga dari desa asalnya. Lokasinya berjarak 2 jam dari Kabupaten Ende. Meski letaknya masuk wilayah Kecamatan Nangapanda, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur, namun masyarakatnya kurang mendapatkan jangkauan fasilitas kesehatan yang layak. Bahkan untuk proses persalinan dan lain sebagainya, masyarakatnya lebih percaya pada peran dukun beranak. 


Mau bagaimana lagi, hal ini juga karena medan menuju desa yang cukup ekstrem karena melewati jalan setapak berbatu yang menanjak, menuruni lembah, dan juga mesti melewati sungai kecil. Letak desa yang berada di lembah dengan ketinggian sekitar 500 meter di bawah permukaan laut ini berisi 3 dusun, yaitu Dusun Ndetuwaru, Dusun Ndetukedho, dan Dusun Gomo. Meski sedikit tapi ternyata jarak antara ketiganya cukup jauh dan melewati medan yang ekstrem. Misalnya bila hendak ke Dusun Gomo misalnya maka harus lewat hutan dengan jalan bebatuan dengan medan yang menanjak.


Tantangan besar ini yang kemudian dijalani oleh bidan muda itu. Bila kebanyakan tenaga kesehatan lebih memilih bekerja di tempat yang bagus, tapi Bidan Dinny berada di desa terpencil dengan kurangnya fasilitas kesehatan, pun sulit dalam sarana prasarana transportasi, hingga standar sumber daya manusia setempat yang masih di bawah. Dengan perlahan, Bidan Dinny mencoba merangkul masyarakat dengan masuk dalam budaya setempat. Ia mencari jalan tengah sehingga kesehatan moderen dapat diterima masyarakat tanpa harus bertentangan dengan tradisi dan adat. 


Jangan menyerah dalam proses, karena setiap usaha akan memberikan hasil yang luar biasa. Itulah yang harus diyakini semua insan. Termasuk Bidan Dinny yang tugasnya berfokus pada kesehatan ibu dan anak lewat posyandu, serta kesehatan lanjut usia. Bahkan prilaku sosial masyarakat setempat tak luput dari perhatian Bidan Dinny. Misalnya masalah jambanisasi sebab masih banyak warga yang buang air besar di sungai.


Dalam 8 tahun ini, perjuangan Bidan Dinny sungguh luar biasa. Pada awalnya masyarakat masih kesulitan menerima hal-hal baru, utamanya yang berhubungan dengan kesehatan. Kehadirannya pun dianggap ancaman karena bidan beranak bisa kehilangan pekerjaannya. Namun dengan ketelatenannya melakukan pendekatan dan jemput bola edukasi kesehatan, sampai merangkul dukun bayi dalam kegiatan persalinan membuatnya semakin dipercaya dan disayang oleh masyarakat Desa Uzuzozo. 


Sebagai contoh saat pemberian imunisasi, Bidan Dinny tak lantas melawan adat setempat yang percaya kalau habis disuntik maka jarum suntiknya ditancapkan ke pohon pisang agar anak tidak demam. Perempuan ramah ini menurut untuk menancapkan jarum suntik ke batamg pisang, lalu kemudian mencabut dan membuang ke tempat sampah medis biar aman dan tidak dipakai mainan oleh anak-anak. Pokoknya selagi adat tidak bertentangan dengan medis, Bidan Dinny menyanggupi permintaan masyarakat sekitar. Hingga dengan perlahan namun pasti, kesadaran masyarakat untuk melahirkan di bidan, berobat, imunisasi semakin meningkat. 


Peran Bidan Dinny juga membantu dalam edukasi pola asuh yang baik dan nutrisi yang sehat untuk anak. Dampaknya, jumlah stunting di Uzuzozo terus berkurang. Tercatat dari 15 anak pada 2019 hingga pencatatan di 2023 lalu tersisa hanya 3 anak yang mengalami stunting. Kesuksesannya memang patut membuatnya sebagai Pemenang 14th SATU Indonesia Awards 2023 pada bidang Kesehatan. 

Sebagai informasi, jarak antara desa Uzuzozo dengan Puskesmas Kecamatan Nangapanda sekitar adalah sekitar 13-15 kilometer. Karena itu demi memantau kesehatan masyarakatnya, setiap hari Bidan Dinny berkeliling menggunakan motornya. Juga berkolaborasi dengan dukun beranak yang lebih dulu menangani persalinan masyarakat Desa Uzuzozo, sehingga tidak ada kesan menggeser mata pencahariannya. Bidan Dinny tak jarang berkunjung ke rumah dukun tersebut dengan membawa sirih dan pinang yang menjadi favorit sang dukun, kemudian mereka mengobrol soal kondisi ibu-ibu hamil yang ditangani oleh dukun tersebut. Dari sinilah informasi kesehatan didapatkan dan Bidan Dinny dapat memantau kesehatan para ibu hamil. 


Bahkan dengan pendekatan yang baik, Bidan Dinny bisa membagi tugas dengan dukun beranak. Yakni Bidan Dinny yang membantu persalinan kemudian dukun beranak yang membantu urus bayi baru lahir. Dengan demikian keduanya sama-sama berperan. Bidan Dinny juga menyarankan agar dukun beranak tidak memijat perut ibu hamil, cukup area pinggang saja. 


Berbagai pengalaman menarik sudah pernah dijalani oleh Bidan Dinny. Misalnya saat ada ibu uang mau melahirkan yang berada di Dusun Ndetuwaru, Bidan Dinny sigap membantu dan datang menjemput dengan menggunakan mobil pickup milik desa. Sayangnya ketika perjalanan menuju puskesmas, air ketuban sang ibu hamil pecah dan terpaksa harus melahirkan di tepi Sungai Tiwu Woghi. Dengan beralaskan terpal dan diterangi cahaya ponsel, Bisan Dinny berhasil membantu proses persalinan. Setelah itu perjalanan pun dilanjutkan sehingga ibu dan bayi mendapatkan penanganan yang lebih optimal lagi di puskesmas. 


Peran Bidan Dinny dalam pemberantasan stunting terlihat dari bagaimana dia menyiapkan makanan sehat dari dana desa. Juga tak lupa mengedukasi tentang pentingnya menjaga gizi anak. Bidan Dinny melihat sendiri bagaimana pola makan anak-anak yang tidak teratur karena orang tua terkadang tidak mengingatkan anak makan karena kesibukan mengurus ladang. Sehingga anak baru bisa makan ataupun disuapi ketika anak merasa benar-benar lapar dan meminta makan ke orang tua. 


Jangan menyerah pada proses sulit, karena di situlah titik balik kesuksesan terletak. Selama beberapa tahun mengabdikan diri sebagai bidan desa suatu desa terpencil di NTT, membuat Bidan Dinny semakin sayang dengan masyarakatnya. Tiada niatan meninggalkan desa ini. Semoga perannya dalam menjaga kesehatan ibu dan anak, juga lanjut usia di Desa Uzuzozo terus berjalan dengan lancar. Semoga Bidan Dinny selalu diberikan kesehatan dan kekuatan sehingga bisa optimal dalam menjalankan perannya dengan baik. Aamiin. 


Sumber:

https://www.instagram.com/dwiaudn_

https://nasional.tempo.co/read/1888711/kisah-dini-bidan-di-desa-terpencil-uzuzozo-ntt-yang-berantas-stunting-dan-selamatkan-ibu-hamil

https://www.rri.co.id/index.php/daerah/446894/bidan-desa-asal-ende-raih-apresiasi-satu-awards-2023