Alhamdulillah, pagi
ini Allah masih memberi nikmat sehat, iman dan hidup yang bahagia.
Bagaimana tidak,
begitu membuka mata, tampak suami dan anak yang terlelap di tempat tidur yang
sama. Bisa merasakan leganya nafas tanpa alat pernafasan. Mampu bergerak sesuka
hati tanpa hambatan. Makan minum apa saja yang diinginkah. Ah senangnya…
fabiayyi ‘aalaa’i rabbikumaa tukadzdzibaan
"Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang
kamu dustakan"
Terima kasih pada
Allah yang sangat Baik pda hambaNya. Ia Maha Pengasih dan Penyayang, memberi kebutuhan
hambaNya meski imannya masih belum sempurna dan perlu banyak belajar. Allah Maha
pemaaf atas segala dosa yang telah hambaNya lakukan di dunia. Dan Allah Maha
Pemurah, mengabulkan segala keinginan hambaNya yang tak kunjung puas.
Jika begini adanya,
bagaimana bisa saya menyesali garis kehidupan yang telah IA beri? Allah tahu
mana yang terbaik bagi hambaNya. Walau saya sudah berusaha sekuat tenaga, namun
bila bagi Allah itu bukan jalan yang bisa menuntun saya pada kebaikan, Allah
tidak akan meridhoi. Hingga akhirnya saya pasrah dan menerima segala takdirNya,
dan ternyata sungguh indah dan menenangkan jiwa raga.
Bagaimana saya bisa menyesal
karena memiliki suami yang sabar dan anak yang pengertian? Sungguh sedari
dahulu, inilah yang saya inginkan. Awalnya tidak menyangka bahwa MasBoz yang
kemudian menjadi imam di bahtera rumah tangga kami. Membayangkan menikah dengan
sesama orang Pasuruan saja, tidak pernah terpikirkan di benak saya. Memang jodoh
ini misteri, dan apa yang Allah rencanakan ini membuat saya terpana karena
jalannya yang tersusun indah.
Bagaimana saya bisa
menyesal menjadi ibu rumah tangga demi anak tercinta? Meski melepas profesi
yang saya sandang bertahun-tahun, saya yakin inilah yang terbaik. Saya tidak
ingin keturunan saya kehilangan masa kanak-kanaknya yang penuh memori bahagia. Saya
tidak ingin keturunan saya merasakan apa yang saya rasakan ketika Mama bekerja
meninggalkan saya di rumah: hampa. Saya tidak ingin keturunan saya merasa bahwa
orang tuanya tidak menyayanginya. Saya ingin Zril dan adik-adiknya (bila
diizinkan kelak) menjalani pertumbuhan dan perkembangan yang optimal baik dari
segi fisik, mental maupun spiritual.
Mungkin bila memang
harus ada yang disesalai, hanyalah waktu yang cepat berlalu. Rasanya 24 jam
sehari ini lekas berakhir. Baru saja Zril bangun pagi, memandikannya, sarapan,
menyusuinya, mengajaknya bermain, tahu-tahu sudah sore, lalu malam, tidur dan
sudah pagi lagi. Rasanya baru kemarin melahirkan bayi yang montok, sehat
sempurna, sekarang sudah tumbuh besar dan sedang belajar jalan. Rasanya baru
kemarin kenal MasBoz, ternyata sekarang hampir 2 tahun kami menikah.
Apa karena saya yang
hanya di rumah saja? Namun harusnya waktu jadi terasa lama sebab yang saya
lakukan hanya itu-itu saja. Nah inilah yang saya sesali, detik terus melaju
tapi rasanya saya belum bisa melakukan yang terbaik. Belum jadi istri dan ibu
yang baik. Masih menjadi sosok yang kurang bisa kontrol emosi, ngambek saat permintaan tidak dikabulkan
suami, diam saat kesal dan balas mengomel saat beliau menegur. Pun masih
sedikit ogah ketika Zril minta gendong, padahal dia hanya ingin bermanja-manja.
Atau terkadang tidak bersemangat saat buah hati kami satu-satunya itu minta
ditemani bermain.
Ah, menjadi sosok yang
sempurna memang butuh waktu. Tidak ada yang instant, bahkan mi instan saja
perlu dimasak terlebih dahulu. Yang penting, selalu ada usaha untuk menjadi
yang terbaik. Yang penting tidak lagi mengulang kesalahan yang lalu-lalu. Dan yang
penting, suami dan anak pun tahu bahwa saya yang banyak celah ini, juga ingin
selalu memberikan yang terbaik bagi mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah membaca ^^
Tolong berkomentar dengan sopan yaaa... Maaf kalau ada yang belum terjawab :*