Hitam itu netral, bisa dipadu-padankan dengan warna apapun.
“Pakai hitam? Siapa takut!”
Saya masih ingat dengan salah satu cuplikan iklan shampo zaman saya masih sekolah. Penyuka pakaian hitam diperuntukkan mereka yang bebas ketombe. Pakaian hitam kadang juga dikonotasikan negatif, para maling! Atau ninja yang dulu suka ngincar rumah-rumah orang kaya dan merampas hartanya. Atau mengartikan warna kesukaan setan, lambang kejahatan. Yah, lebih banyak pengertian buruk lah.
Padahal, penyuka hitam cenderung punya pemikiran
konservatif, yakni yang melindungi diri atau orang lain dari suatu hal yang
bersifat merusak atau merugikan. Saya salah satu penyuka warna ini. Dulu, era
tahun 2012 sebelum berhijab. Lihat deh
foto saya saat rekreasi
bersama Mama ke Kawah Putih Bandung, hitam manis
bajunya, hihi.
Saya sadari saya sendiri memiliki sifat demikian: tidak ingin orang yang saya sayangi sakit, terluka ataupun terancam nyawanya. Mungkin banyak yang berpikir, “Semua manusia sama saja, mana ada yang mau orang tersayangnya kenapa-napa.” Tapi saya benar-benar melakukan hal yang bersifat melindungi, baik dari segi tindakan nyata maupun pesan yang secara runtun saya gulirkan. Pun melakukan tindak antisipasi, dengan memikirkan akibat jangka panjang dan pendek bila saya melakukan suatu hal. Kesannya seperti ... pemikir yang bawel.
Penyuka hitam menggeluti hal-hal yang menyenangkan dan menantang. Mereka senang bekerja membantu orang lain karena dianggap suatu petualangan dan kebahagiaan bagi dirinya sendiri. Selain itu, juga jiwa yang sangat tahu apa kelebihan diri sehingga cenderung memiliki kepercayaan diri tingkat dewa.
Kalau saya pribadi, dulu suka hitam karena terlihat seksi.
Ramping, sebab hitam menyamarkan kegemukan. Bagi yang badannya ‘subur’, memang
dianjurkan memakai warna gelap. Bagi yang badannya seperti saya, jadi terlihat
‘mungil’. Lalu ‘kelebihan’ perut akibat hobi nyemil jadi tidak terlihat. Ajaib!
Pokoknya Pede-abiz bila memakainya.
Baca Juga :
Katanya ... orang yang menyukai hitam itu bersahaja, imajinatif, petualang, bersemangat, antusias dan periang. Memang benar, saya tipe yang imajinatifnya kelewatan. Kadang suka ngomongin hal yang gak penting, suatu hal yang tiba-tiba terlintas di benak saya. Juga terkesan lebay! Hal yang dibayangkan selalu ‘aneh’.
Pernah suatu kali, saya menolak berenang di suatu umbul
atau sumber mata air karena merasa ada 'penunggu'nya. Saya katakan pada teman,
“Gak ah, takut! Nanti kalau saya masuk air, ada yang narik-narik kaki. Atau
kalau kepala saya ‘kecelup’ air, tertarik ke dunia lain, dijadikan
dayang-dayang Nyi Loro Kidul... Apa kata dunia? Saya masuk koran dan majalah
gara-gara ‘hilang’ ketika renang? Gak!”
Teman saya melongo. Saya juga heran kenapa ngomongnya ngelantur begitu, hihi. Satu lagi… saya benar-benar tidak mau makan pedas karena takut sakit. Sampai detik ini. Aneh? Iya!
Saya termasuk periang. Kalau lagi tidak ada yang bikin ‘gara-gara’, wajah memancarkan pesona, seperti tersenyum padahal saya tidak bermaksud begitu. Ya biasa saja. Serius banyak yang komen begitu. Tapi ... kalau tidak menyukai sesuatu, garis senyum menurun dan terlihat murung. Mungkin juga dipengaruhi sifat dasar yang moody, ekspresi dan suasana hati gampang berubah.
Katanya juga, siapapun yang suka hitam itu tipe yang unggul dalam bidang tertentu. Dulu saya berusaha menolaknya. Oleh karenanya saat tinggal setahun di Jogja sekitar 2012 lalu, saya coba pelajari banyak hal. Tetapi ... memang demikian. Saat itu saya merasa tidak ditakdirkan berjiwa pedagang barang, bisanya hanya berdagang ‘jasa’, jasa kesehatan. Kalau soal tulis menulis, sebatas hobi. Belum menjadi sebuah keunggulan. Namun mungkin saja suatu hari nanti saya bisa unggul di beberapa bidang, asal tidak malas mencoba dan berlatih. Siapa yang tahu masa depan?
Nah sekarang setelah bertahun-tahun, saya yang tahun
kemarin masih merupakan bidan di salah satu rumah sakit Kota Pasuruan kini
bertransformasi menjadi pedagang online.
Menjual tas dan dompt impor. Tinggal main ponsel, dapat order-an, dapat uang, dapat kebahagiaan. Masih bukan keunggulan sih. Tapi menyenangkan untuk dijalani.
Penyuka hitam adalah orang cuek dan tidak memikirkan pendapat orang lain terhadap dirinya. Banyak juga yang bilang saya cuek, walau di beberapa hal sangat perasa dalam beberapa hari, kemudian ‘normal’ lagi dan cuekin mereka yang gosipin saya. Yang penting nyaman untuk melakukan apapun yang saya suka. Peduli amat dengan kata orang, yang menjalankan itu saya, bukan mereka.
Dengan sifat seperti ini, black holic dikatakan memiliki sifat tempramental. Karena keinginan mencoba banyak hal baru begitu kuat, tidak ada yang bisa mencegahnya. Tapi ... Dalam pergaulan begitu enak diajak berteman karena dapat memberikan solusi masalah. Walau tetap saja, ketika diajak ‘ngomongin’ orang banyak tidak antusiasnya. Lagi-lagi ... cuek!
Kini siapa sangka saya bersuami seorang penyuka hitam? Hampir
seisi lemari Mas Boz hanyalah kaos dan kemeja hitam. Saya sampai mengomel
karena tampaknya hanya memakai baju yang itu-itu saja, seperti tidak
dipedulikan istri. Sampai-sampai saya merayunya agar selalu couple-an, berbaju warna senada. Kalau saya
pakai baju merah, dia juga. Saya abu-abu, dia juga sama. Alasannya satu: biar
bagus kalau foto bareng, haha.
Nah para pembaca sekalian, hayooo ngaku … siapa penyuka hitam di
sini?
Apakah sifat-sifatnya sama dengan penuturan saya di atas? Bagi
kisah ya…
Salam manis,
tha_
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah membaca ^^
Tolong berkomentar dengan sopan yaaa... Maaf kalau ada yang belum terjawab :*