Judul: Dahsyatnya Ibadah Haji (Catatan Perjalanan
Ibadah di Makkah dan Madinah)
Penulis: Abdul Cholik
Penerbit: PT Elex Media Komputindo, Jakarta
Tahun Terbit: 2014
Tebal: ix + 233 halaman
ISBN: 978-602-02-4810-3
Buku ini berisi kisah perjalanan ibadah haji
penulisnya. Diawali semenjak persiapan, saat mendaftarkan diri untuk menjadi
calon jemaah haji, proses manasik haji, ketika di asrama haji, maupun saat
keberangkatannya. Secara sitematis dan berurutan diceritakan aktivitas selama
di tanah suci, baik itu pengalaman beribadah sesuai dengan yang disyariatkan,
maupun pengalaman sehari-hari yang penting untuk dicermati, hingga kepulangan
kembali ke tanah suci.
Secara umum, dalam buku ini diceritakan tahap demi
tahap pelaksanaan ibadah haji yang disertai gambar keadaan dan kegiatan yang
mencakup:
1.
Ibadah thawaf, sa’i, tahallul
2.
Pelaksanaan wukuf di Arafah dan mabit di
Muzdalifah
3.
Menetap di Mina dan ibadah lempar jumrah
4.
Thawaf wada’
5.
Kegiatan di Madinah, termasuk Shalat Arbain
6.
Ziarah dan rekreasi di Makkah, Madinah dan
Jeddah.
Beberapa tip juga diberikan agar para calon jemaah
haji mendapat tambahan ilmu pengetahuan praktis berdasarkan pengalaman penulis.
---
Siapa yang menyangka bahwa pengalaman
bertahun-tahun lalu masih terekam apik dalam memorinya? Bahkan terangkum dalam
sebuah buku yang membawa banyak hikmah bagi pembacanya. Bukan hanya bisa
dijadikan sebagai hadiah bagi mereka yang akan melakoni ibadah haji, buku Dahsyatnya Ibadah Haji ini mampu
menyadarkan kaum muda seperti saya untuk lebih dini mempersiapkan diri mengunjungi
tanah suci. Ya, seperti judul bab pertama dalam buku ini, tak perlu surat
rekomendasi untuk bisa segera mendapat porsi atau jatah kursi ibadah haji. Yang
penting niatnya ada, nanti jika Allah berkehendak pasti tidak akan ada lagi
yang menghalangi.
“Katanya naik haji itu panggilan. ...,” ujar Pakdhe
Cholik, panggilan akrab sang penulis Dahsyatnya
Ibadah Haji, seperti yang saya kutip pada halaman pertama dari buku setebal
233 halaman ini.
Dahulu, saya berpikir bahwa mereka yang beribadah
haji adalah mereka yang telah sepuh. Entah karena saking mahalnya ongkos ke
sana atau karena kesadaran menambah ibadah makin terasah di usia senja,
kebanyakan para haji memang golongan usia lebih dari setengah abad. Hingga akhirnya
Mama bisa ke tanah suci di usianya yang ke-44 tahun, itupun karena sebagai
Tenaga Kerja Haji Indonesia (TKHI). Alhamdulillah gratis. Tapi karena faktor
usia, Mama berkisah kalau badannya sedikit keletihan walau kemudian tugas dan
ibadahnya lancar jaya.
Dari situ, saya jadi berpikir ... sebaiknya saya
bisa lebih dini ke Makkah dan Madinah. Ah bagaimana caranya? Tentu dengan cara
menabung dan berniat pergi ke tanah suci. Pun dengan berdoa serta mempelajari
tentang ibadah haji dari orang lain. Karena itulah saya paling suka kalau
diajak berkunjung ke kerabat yang baru datang dari tanah suci, entah pergi haji
ataupun umroh, saya paling suka mendengar ceritanya. Ada kisah seru, haru, lucu
yang terangkum jadi satu. Sayangnya, kadangkala saya lupa setelahnya. Beruntung
kemudian saya punya buku Dahsyatnya
Ibadah Haji. Segala hal terkumpul di dalamnya, mulai persiapan hingga
kepulangan, dari hal penting hingga hal kecil yang ternyata sangat bermanfaat
namun banyak terlupa. Buku ini bak pengingat yang kuat!
Pada bagian persiapan keberangkatan, selain biaya yang
disiapkan, juga harus siap dan tahu apa-apa yang nantinya dikerjakan di tanah
suci. Itulah mengapa penulis Dahsyatnya
Ibadah Haji mengingatkan akan perlunya mengikuti manasik. Rukun, sunnah,
wajibnya proses pelaksanaan ibadah haji diajarkan di kegiatan tersebut. Juga cara
pakai baju ihram, thawaf, sa’i, dan tahallul. Kalau sekedar membaca buku sih sepertinya mudah, tapi tanpa latihan
praktek tentu kurang mantap. Takutnya nanti terlupa atau malah kurang sah karena
tidak memahami cara yang benar. Selain itu, dengan ikut manasik, maka para
jemaah akan saling mengenal kawan seperjalanannya. Tambah teman, tambah
saudara.
Pada buku ini diceritakan bahwa Pakdhe Cholik pergi
ke tanah suci bersama istri dan rombongan KBIH Multazam pada tahun 2006/2007. Walau
sedasawarsa berlalu, saya rasa masih banyak kesamaan dengan ibadah haji
baru-baru ini. Seperti para jemaah yang di tahun itu dibekali beberapa buku
oleh Departemen Agama, seperti: Panduan
Perjalanan Haji, Hikmah Ibadah Haji,
dan buku Tuntunan Keselamatan, Doa dan
Dzikir Ibadah Haji. Baru-baru ini pun Kementerian Agama masih mengeluarkan
buku-buku serupa untuk para jemaah. Jadi, walaupun buku ini mengisahkan
perjalanan yang sudah lampau, tapi manfaatnya masih terasa karena masih banyak
kesamaan situasi dan kondisi.
Justru karena ditulis berdasar pengalaman, Dahsyatnya Ibadah Haji ini dirasa
sangat besar manfaatnya. Ada beberapa hal kecil yang malah kadang dianggap
remeh, eh ternyata kalau tidak dilakukan malah berakibat fatal. Contohnya ialah
membuat checklist barang bawaan
seperti yang Pakdhe Cholik ajarkan. Untuk persiapan keberangkatan, harus
dipastikan lagi apa-apa yang sekiranya dibutuhkan di tanah suci, berapa jumlah
kebutuhannya dan apakah sudah masuk koper atau belum. Lelaki yang pensiun dengan
pangkat Brigadir Jenderal TNI di tahun 2006 ini juga mengingatkan agar para
calon jemaah tak perlu repot bawa cobek dan munthu
karena terbiasa makan sambal terasi di rumah. Kan sekarang zaman praktis, sudah ada saos sambal dan sambal bajak olahan yang tahan lama dan ringan
dibawa.
Kalau di tempat saya, masih banyak para calon
jemaah yang menyelendupkan ikan asin dan teri dalam tumpukan bajunya. Katanya khawatir
rindu dengan makanan khas pesisir ini. Pun karena katanya makanan Arab kurang
cocok di lidah orang Indonesia, hingga ikan asin bisa dijadikan alternatif lauk
yang murah meriah nan nikmat. Padahal yaa ... kalau kurang hati-hari menyimpan,
bisa-bisa baju para calon jemaah berbau kurang sedap dan digigiti kucing serta
tikus. Hiii...! Pakdhe Cholik sudah bilang kalau ada banyak penjual makanan
Indonesia di Mekkah, makanya baca dong Dahsyatnya
Ibadah Haji biar tidak terlalu lebay saay persiapan keberangkatan!
Saya semakin salut sebab buku ini memuat banyak
foto yang menggambarkan kondisi di tanah suci. Foto-foto yang terpajang pun
bukan sekedar narsis, tapi punya makna dan sebagai pengingat para pembaca. Bagaimana
aneka busana yang boleh dipakai seperti yang termuat pada halaman 25, ada juga
gambaran pedagang kaki lima yang berlimpah seperti pada halaman 26, aneka
penjual makanan yang cocok untuk lidah warga Indonesia seperti yang diabadikan
pada halaman 96 , 97 dan 99.
banyak penjual makanan |
Bicara soal makanan, ada beberapa akibat dari pola
makan. Diantaranya adalah soal hajat. Saking pentingnya hal tersebut karena
merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, Pakdhe Cholik juga mengupasnya
pada lembar buku ke 131. Di bagian ini, tawa saya tergelak saat membaca salah
satu hal yang manusiawi, yakni tak peduli gelar atau jabatan apapun yang
melekat pada individu, apabila sudah waktunya buang hajat maka reaksinya sama. Pasti
akan lari dan segera menuntaskan hal mendesak tersebut. Oleh karena itu,
penting sekai menjaga pola makan agar tidak berlebih dan sembarangan. Jangan sampai
terkena diare. Untuk buang hajat biasa saja, perlu usaha ekstra dengan cara sabar
antre. Akan sedikit merepotkan apabila diare menyerang dan tidak bisa diajak
kompromi. Karena itulah Dahsyatnya Ibadah
Haji ini mengingatkan untuk selalu sedia obatdiare yang cocok untuk tubuh. Apabila
tidak punya, boleh minta pada para TKHI.
Saat beribadah haji, secara otomatis para jemaah
memiliki nyawa kedua yakni paspor. Itulah yang dituangkan Pakdhe Cholik dalam
buku solo terbitan PT Elex Media Komputindo ini. Dokumen ini disimpan dalam tas
kecil dan harus terus melekat pada badan. Kalau tertinggal, bahaya. Ini adalah
identitas dan karena sedang berada di luar tanah kelahiran maka akan sulit
apabila suatu waktu tersesat tanpa identitas. Bisa-bisa dideportasi atau malah
ditahan karena disangka imigran gelap. Oiya, tambahan pengalaman nih. Mama pernah bercerita bahwa ada salah
seorang jemaah yang lupa membawa paspor dan gelang identitas haji. Akibatnya? Beliau
ditahan sementara waktu. Di saat rombongannya pulang ke Indonesia, beliau masih
kelimpungan mengurusi izinnya di tanah suci. Ckckckc ... Jangan sampai hal
terebut terjadi pada diri kita.
Mempelajari rukun, sunah dan wajibnya ibadah haji
akan lebih mudah lewat membaca Dahsyatnya
Ibadah Haji. Tidak seperti buku-buku yang membahas dengan serius sehingga
malah terkesan memusingkan, bahasa yang digunakan dalam buku ini sangatlah ringan
dan mampu dipahami semua golongan. Mama saya yang kurang suka membaca buku saja
mau menamatkannya dalam 2 hari. Beliau amat terhibur dengan uraian kisah dan
gambaran potret yang menarik hati. Usai membacanya, jadi teringat kembali bagaimana
masa indah selama di tanah suci. Ah, sungguh membangkitkan memori, rindu berat
dan membuat ingin kembali ke sana. Kapan yaa saya dan wanita yang saya sayang
ini bisa sampai sana? Semoga segera, kala Mama masih sesehat dan sekuat ini. Aaamiin.
Bagaimana cara melempar jumrah aqabah dijelaskan
secara baik. Ada tips untuk mencari posisi dekat dengan sumur agar lemparan
batu bisa masuk sasaran dan tidak mengenai kepala serta bagian tubuh orang
lain. Juga tentang bagaimana cara melaui terowongan Mina yang konon merenggut
banyak nyawa karena ketidaksabaran dan kurangnya disiplin saat melintasinya. Bagaimana
lempar jumrah di hari kedua dan ketiga juga digambarkan secara sersan, alias
serius tapi santai. Masuk kuping kanan, meresap dalam hati juga otak dan
terkunci hingga tak akan keluar lewat kuping kiri. Pada bab sebelumnya, yakni
mengenai wukuf, di Arafah dan Musdalifah pun demikian.
Bagian dari buku ini yang paling saya suka selain
gambaran tanah sucinya ialah tentang bagaimana karakter manusia yang ada di
sana. Ada banyak pemandangan unik yang disaksikan kemudian dikisahkan Pakdhe
Cholik dalam buku ini. Coba saja buka halaman 51, diceritakan kalau ada seorang
bapak yang buang hajat di tempat wudhu. Astaghfirulllah ... Selain itu juga ada
yang repot-repot beli karpet ukuran beaer dan menghabiskan biaya mahal untuk
ongkos kirimnya, padahal di Ampel (Surabaya) banyak juga kan yang jual alas lantai tersebut. Belum lagi ada yang berdesakan
saat keluar masjid dan marah-marah pada petugas. Olala, benar kata Pakdhe. Butuh
kesabaran ekstra yang harus dilatih dari sekarang agar perjalanan di tanah suci
bebas dari hal-hal yang bisa saja mengurangi pahala ibadah haji. Shobar ...
Shobar!
saya dan si-buku-kece |
Bagian yang saya suka lainnya adalah tentang ziarah
dan rekreasi. Saya baru tahu kalau ada yang namanya Masjid Kucing dan Masjid
Jin. Apa di sana banyak kucing? Kucing Arab seperti apa sih? Apa segemuk dan
selucu kucing-kucing saya? Lalu apa Masjid Jin seindah Masjid Tiban di Turen,
Malang? Indahnya jalan-jalan di sana. Pakdhe Cholik saja sampai merasakannya
bak honeymoon ketiga. Ih, saya jadi
iri. Siapa ya lelaki beruntung yang nantinya bisa mengajak saya bulan madu di
tanah suci? Hihi, ingin sekali seperti kedua insan ini yang selama 40 hari
menyatu dalam kebersamaan yang suci nan berpahala.
Kekurangan pada buku ini hanyalah kurang cepat
terbit. Bayangkan, pengalaman sekitar tahun 2006/2007 baru bisa dikonsumsi
khalayak ramai pada 2014 dan baru dibikin lomba resensinya di tahun 2015. Tapi ya
namanya jodoh terbit siapa yang tahu.
Syukur bisa segera di-ACC penerbit terkemuka, ya kan? Selain itu juga kurang tebal. Pada tiap bab ditulis hanya ada maksimal
sekitar 3-4 halaman. Namun itu yang terbaik, daripada terlalu panjang dan
terkesan bertele-tele, ‘jatah’ per bab akhirnya membuat isi kian padat, to the point dan tidak mengurangi maksud
yang pas sasarannya. Selain itu jadi lebih mudah diingat dan diaplikasikan
pembaca.
Pakdhe, terima kasih sudah membuat karya
spektakuler ini. Semoga kian banyak manfaat yang dipetik, makin banyak pula
pahala yang dituai. Dahsyatnya Ibadah
Haji benar-benar inspiratif.
Bravo!