Penulis:
Deny Gunawan
Penerbit:
de teens
Cetakan:
1, Agustus 2013
Tebal:
240 halaman
ISBN:
978-602-255-211-6
Gua,
yang dari awal nggak mau ikut ospek, akhirnya luluh juga. Bokap, sebagai
laki-laki yang turut berjasa atas terlahirnya gua ke dunia, berhasil membujuk
gua malam itu. Bukan karena apa-apa, tapi karena satu hari sebelum ospek
dimulai, dia ngasih tau gua kalau uang jajan gua bakalan naik jadi lima belas
ribu rupiah andai gua mau ikut ospek.
Gua
senang. Walau akhir-akhir ini gua sadar kalau harga diri gua begitu murah.
Deny
–seorang pelajar berkepribadian ganda (maksudnya berkepribadian supel dan
energik) asal Jakarta- ingin melanjutkan studi demi mencapai cita-citanya di
Kota Bandung. Memang dasar anak rumahan, ia tidak biasa menjalani hari-harinya
sendiri di sebuah kamar kos yang kecil dan pengap. Dari sinilah kisah hidupnya
yang penuh warna-warni bergulir, mulai merasa salah milih jurusan kuliah sampe
menganggap bahwa single itu derajatnya lebih tinggi dari jomblo. Tapi, meski
kocak, banyak makna hidup filosofis yang hadir dalam buku ini. Nggak bakalan bikin
bosen, deh!
Ini kisah seorang lelaki tulen yang kini
aktif sebagai mahasiswa jurusan Bahasa dan Sastra Inggris UIN Jakarta.
Pemilik moto "makanlah sebelum dimakan" ini dulunya kuliah di Bandung
dan sempat galau ketika harus ngekos. Kamar kosnya gerah banget dan
sialnya dia dapat kamar itu karena tidak mendapat kesempatan untuk
memilih. Ia mengibaratkan kondisinya bak seorang jomblo yang tidak pernah punya pilihan untuk memilih kehidupan yang layak.
Adik
bungsunya yang bernama Icha, begitu antusias dan berencana mengadakan
pesta karena akhirnya abangnya tidak tidur di rumah lagi. Kasihan,
padahal si Deni kelimpungan mencari cara agar beras bisa berubah menjadi
nasi. Ia bukan burung dara yang makan beras. Cowok sok keren ini lalu
ke swalayan guna membeli rice cooker, tapi bukan yang berkapasitas 9 liter sebab dia hanya seorang mahasiswa dan bukan mau usaha buka nasi padang di Bandung.
Walau
kemudian jago bikin nasi sendiri, Deny tetap jadi pelanggan setia Bang
Maman. Bubur ayam Bang Maman yang dijual di depan kampusnya itu
sebenarnya tidak terlalu enak, tapi rasanya bisa berubah ternikmat
sedunia karena dimakan saat perut keroncongan. Hubungan keduanya juga
baik, seperti adik kakak, ini misi Deny demi-diskon-khusus.
Karena Deny anak baik, dia punya teman. Namun sayangnya, kebanyakan temannya itu aneh. Teman kosnya juga. Kehidupan di kosan ternyata mempengaruhi nilai akademik. Kalau terlalu biasa hidup irit, akhirnya nilai indeks prestasi (IP) juga ikutan irit: 2,5.
"Den, gak selamanya apa yang kita rencanain itu berjalan dengan baik." (halaman 80)
Tapi
ada suatu hal yang akhirnya membuat Deny ingin pindah tempat kuliah. Ia
pilih kuliah di UIN Jakarta, tidak ngekos lagi dan membuat wajah Icha
seketika murung. Nah, saat diharuskan ikut ospek, Deny sempat menolak
tapi ayahnya berhasil meyakinkannya. Tapi akhirnya ia sadar ... ternyata
hal tersebut mempengaruhi harga dirinya.
Apa
yang membuat Deny keluar dari kos dan tempat kuliah sebelumnya? Adakah
pertengkaran dengan Bang Maman atau teman-temannya? Atau mungkinkah
karena seorang cewek berhasil membuat hatinya terluka parah dan ia tak
sanggup menanggungnya seorang diri? Temukan jawaban selengkapnya di
dalam novel remaja ini.
saya dan si novel |
Sang penulis, Deny, menanyakan sesuatu pada saya di halaman judul, “Apa makna move on buat kamu?”
Bagi
saya, move on ialah suatu keputusan yang super berani. Maknanya
ialah ‘berubah’, meningkatkan kemampuan diri agar tidak terjebak untuk
mengulangi atau terlena pada masa lalu yang kurang baik.
Ospek
Jilid 2 mengajarkan tentang move on. Bila
banyak yang menafsirkan move on sebagai
bentuk melupakan sang mantan dengan mencari pacar baru, itu makna sempitnya. Move on bisa juga berarti mengubah
prinsip diri, menyesuaikan dengan kondisi yang ada. Dalam buku ini, ada banyak
kisah tentang move on tempat tinggal, kebiasaan, jurusan kuliah
dan yang terpenting ialah move on pada
penilaian tentang sesuatu yang kita kira buruk namun ternyata sebaliknya.
Katanya
sih ini kisah nyata penulisnya. Dimulai dengan cara pemilihan kosan, belanja bareng
keluarga di swalayan buat memenuhi kebutuhan hidup, hingga saat perpisahan yang
membahagiakan Icha. Bagaimana cara beradaptasi di kosan juga dikupas
habis. Pokoknya banyak tips penting buat mereka-mereka yang siap jadi
mahasiswa. Ilmu memasak nasi di rice cooker penting buat dikuasai dan ada kursus gratisnya di dalam novel ini.
Tapi
jalan ceritanya agak rancu juga sih. Soalnya habis seru-serunya bahas cara
bertahan hidup di kosan, eh lari ke masalah jomblo. Eng ... jomblo emang seru
buat dibahas. Entah sengaja mencari-cari kesamaannya yakni hidup sama-sama terasa
‘sepi’ apalagi belum terlalu kenal dengan penghuni kosan lainnya, Deny kemudian
menuliskan survey gejolak diri para jomblo. Ada yang beneran lucu, ada yang
garing dan gak lucu. #eh
T:
Jomblo boleh gak bantuin Nenek nyebrang jalan?
J:
Dalam kasus ini gua sering mengalami kesulitan dalam hal membedakan mana yang
nenek-nenek dan mana yang jomblo. (halaman 36)
Atau
mungkin selera humor saya kurang.
Ada
juga tips rahasia Edo, salah seorang teman sekosan, tentang cara berhemat yang
entah itu baik atau malah terlihat miris. Tapi untuk menghemat umur ... skip,
itu gak ada tipsnya.
Salut buat Deny yang berhasil menuliskan move on-nya.
Sekelumit kisahnya mampu memberi banyak gambaran pada para pembaca
tentang bagaimana proses menjadi mahasiswa dan gejolak yang dirasakan
pada jenjang tersebut. Deny juga berhasil membuat jomblo tidak lagi
terlalu merana, sebab masalah jomblo tidak serumit masalah mereka yang
memiliki pasangan.
Ketika
kalian bertanya perbedaan antara single dan jomblo, percayalah ... single tu
prinsip dan jomblo adalah sebuah takdir, kutipan di halaman 33.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah membaca ^^
Tolong berkomentar dengan sopan yaaa... Maaf kalau ada yang belum terjawab :*